Countup Clock

16 Agustus 2007

Sejarah Orang-orang Biasa

Oleh Witarto Adi

Untuk statistik reuni, saya setuju jumlah teman yang hadir perlu diekspos. Namun, jangan lupa, jumlah teman yang mendahului kita akan bertambah terus, bukannya berkurang. Itu pun perlu diekspos pascareuni. Terutama warisannya bagi generasi penerus.

Yang diperlukan oleh bangsa ini adalah sejarah yang ditulis oleh orang biasa. Tentang pencapaian individu mereka, atau komunitas mereka, tentang kisah jatuh dan bangun, tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh bagi perilaku kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tadi malam saya ketemu Nurul Arifin yang cantik di hotel Quality Manado (sepulang saya dari Amurang dikejar abu gunung Soputan). Nurul datang dalam acara kongres atau seminar sarjana ilmu politik. Mereka mempertanyakan Ramlan Surbakti yang mencari dukungan, karena tergusur oleh psikotesnya Sarlito Wirawan. Itu cerita sampingannya.

Yang esensial, teman-teman sarjana ilmu politik itu sedang mengkritisi masalah pemekaran wilayah / daerah, yang datanya banyak dimanipulasi oleh perguruan tinggi dengan nama besar, agar lolos. (Dalam kongres itu ada Pak Ryaas Rasyid, dan beberapa anggota DPR.)

Ini memprihatinkan, sebagai catatan sejarah di zaman yang pernah dan sedang kita lalui.

Sekarang nama besar suatu institusi atau pejabat bukan jaminan akan memberikan data yang benar dan akurat. Itulah sebabnya, agar kita tidak semakin terpuruk, testimoni orang biasa terhadap jalannya suatu segmen kehidupan (dalam spesialisasi kompetensinya) diperlukan untuk mengimbangi.

Seperti testimoni beberapa nelayan yang saya wawancarai di teluk Amurang, Minahasa Selatan. Dengan berbinar mereka menjawab, bahwa prospek masa depan mereka cerah, karena akan / sedang dibangun pelabuhan di desa Amboso (di teluk itu juga).

Pelabuhan itu bisa untuk mendukung pengiriman komoditi sayur dan holtikultura (kopra, kentang, cengkeh) ke provinsi lain, bahkan ekspor.

Ekspresi mereka ketika bercerita pada Senin sore yang lalu sungguh indah. Saya suka. Apalagi dengan jelas mereka menunjuk lima perusahaan pendingin ikan Deo dan Malalugis (umpan ikan Tuna), untuk ekspor.

Saya lihat sendiri ada kapal nelayan baru yang sedang dibangun (terbuat dari kayu seluruhnya). Mereka juga sudah menggunakan sarana telekomunikasi elektronik ketika melaut.

Ketika saya tanyakan ke pejabat di kabupaten, mereka bahkan tergagap belum mengetahuinya.

Sejarah orang-orang biasa. Itu bisa merevitalisasi potensi bangsa ini di segenap lapisan. Jika diarahkan dengan benar, bisa mewujudkan ramalan (analisis) Goldman Sach.

Sejarah orang-orang biasa. Itu banyak dimiliki oleh alumni itb77.


Sumber: jalur pribadi, 15 Agustus 2007, 08:23

Tidak ada komentar: